Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, tumbal adalah sesuatu yang digunakan untuk menolak penyakit dan sebagainya, atau tolak bala. Sedangkan sajen merupakan makanan atau bunga-bungaan dan sebagainya yang disajikan kepada orang (makhluk) halus dan semisalnya.
Tumbal, dalam prakteknya lebih khusus atau identik dengan sembelihan dan kurban, sedangkan sesajen biasanya berbentuk makanan yang siap dihidangkan seperti: Jenis-jenis bubur; Buah; Daging atau Ayam yang telah dimasak, dan dilengkapi dengan berbagai macam bunga serta terkadang uang logam.
Sesajen merupakan warisan buda-ya Hindu dan Budha yang biasa dilakukan untuk memuja para dewa, roh tertentu atau penunggu tempat (pohon, batu, persimpangan) dan lain-lain yang mereka yakini dapat mendatangkan keberuntungan dan menolak kesialan. Seperti: Upacara menjelang panen yang mereka persembahkan kepada Dewi Sri (dewi padi dan kesuburan) yang mungkin masih dipraktekkan di sebagian daerah Jawa, upacara Nglarung (membuang kesialan) ke laut yang masih banyak dilakukan oleh mereka yang tinggal di pesisir pantai selatan pulau Jawa tepatnya di tepian Samudra Indonesia yang terkenal dengan mitos Nyi Roro Kidul.
Ada pula jenis lain dari sesajen, yaitu menyediakan berbagai jenis tanaman dan biji-bijian seperti padi, tebu, jagung dan lain-lain yang masih utuh dengan tangkainya, kemu-dian di letakkan pada tiang atau kuda-kuda rumah yang baru dibangun supaya rumah tersebut aman, tentram dan tidak membawa sial.
Adapun tumbal dilakukan dalam bentuk sembelihan, seperti: Menyem-belih ayam dengan ciri-ciri khusus untuk kesembuhan penyakit atau untuk menolak kecelakaan; Menyem-belih kerbau atau sapi, lalu kepalanya di tanam ke dalam tanah yang di atasnya akan dibangun sebuah gedung atau proyek, supaya proyek pemba-ngunan berjalan lancar dan bangunan-nya membawa berkah.
Jadi pada intinya tumbal dan sesajen adalah mempersembahkan sesuatu kepada makhluk halus (roh, jin, lelembut, penunggu, dll) dengan harapan agar yang diberi persembah-an tersebut tidak mengganggu atau mencelakakan, lalu berharap dengan-nya keberuntungan dan kesuksesan.
Di dalam Islam, gangguan, sakit, kecela-kaan, bencana dan sebagainya di sebut dengan istilah madharat. Sedangkan kesuksesan, keberuntungan, kebahagiaan disebut dengan manfa’at. Dan selu-ruh umat manusia pasti berharap agar terlepas dari mudharat dan memperoleh manfa’at, dengan berbagai upaya dan usaha yang mereka lakukan. Dan Islam mengajarkan, bahwa yang dapat mendatangkan manfa’at dan madharat di alam ini hanyalah Allah saja, sehingga tidak boleh meminta perlindungan, keselamatan, kelancaran rizki kepada selain Allah. Demikian pula berlindung dari bahaya, kesialan, kecelakaan dan lain-lain juga hanya kepada Allah saja.
Al-Qur'an telah mensinyalir adanya orang yang mencari manfa’at dan me-nolak madharat kepada selain Allah, seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang musyrik di masa jahiliyah, sebagaimana difirmankan Allah,
“Kemudian mereka mengambil ilah-ilah selain Dia (untuk disembah), yang tidak menciptakan sesuatu apa pun, bahkan mereka sendiri pun diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) sesuatu kemanfa'atan dan tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) mem-bangkitkan.” (QS. 25:3)
Padahal Allah telah memperingat kan, bahwa berhala atau dewa-dewa mereka sama sekali tidak memiliki kekuasaan sedikit pun,
“Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walau pun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di Hari Kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu seperti yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui”. (QS. 35:13-14)
Tumbal dan Sesajen adalah Syirik.
Tumbal dan sesajen merupakan warisan kepercayaan animisme dan dinamisme, yaitu kepercayaan bahwa benda-benda atau tempat tertentu di alam raya ini memiliki kekuatan ghaib (magic) yang dapat mencelakai seseorang atau menolong serta memenuhi hajatnya. Agar penguasa tempat atau benda tersebut tidak mengganggu, maka harus diberi persembahan, baik tumbal atau sesajen, yang itu jelas merupakan ibadah atau masuk di dalam lingkupnya. Sedangkan di dalam Islam, memalingkan peribadatan, do’a, pengharapan (raja'), takut (khauf), sembelihan, nadzar, isti'anah, istigha-tsah dan sebagainya kepada selain Allah adalah syirik. Jika yang melakukan tadinya adalah orang Islam, maka keislamannya menjadi batal dengan sebab semua itu.
Allah Ta'ala memerintahkan kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam untuk menyelisihi orang-orang musyrik yang beribadah dan menyembelih karena selain Allah, Dia berfirman,
“Katakanlah, "Sesungguhnya shalat-ku, ibadatku, hidupku dan matiku hanya-lah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya; Dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)" (QS. 6:162-163)
Di dalam surat al-Kautsar Allah Subhannahu wa Ta'ala juga berfirman,
“Maka dirikanlah shalat karena Rabb-mu; dan berkorbanlah.” (QS. 108:2)
Kedua ayat ini menunjukkan, bahwa shalat dan penyembelihan binatang (kurban) adalah ibadah yang harus didasari niat hanya untuk Allah semata. Orang yang memalingkan atau menyimpangkan persembahan kurban atau penyembelihan kepada selain Allah adalah musyrik, sama saja statusnya dengan shalat, ruku’ dan sujud untuk selain Allah.
Masuk Neraka karena Lalat
Mungkin saja sebagian orang yang melakukan tumbal dan sesajen ber-alasan, bahwa yang dipersembahkan bukanlah nyawa manusia yang konon pernah terjadi di zaman dulu, namun hanya sekedar binatang yang keberadaannya memang untuk dimanfa’atkan manusia. Hitung-hitung sedekah lah, sedekah alam, sedekah bumi, laut atau gunung, demikian sebagian di antara mereka beralasan.
Perlu diketahui, bahwa permasalahannya tidak sesederhana itu, sebab ini menyangkut tauhid dan syirik yang berkaitan dengan status keislaman seseorang serta ancaman Allah terhadap para musyrikin. Jika apa yang mereka lakukan adalah memang bentuk sedekah, maka tentu Allah dan Rasulullah akan membiarkan orang-orang jahiliyah mengerjakan hal semacam itu, sebab mereka masih mengakui rububiyah Allah. Letak permasalahannya bukanlah pada apa yang mereka sembelih atau mereka sede-kahkan (menurut mereka), namun pada tujuan untuk siapa sembelihan dan persembahan itu dilakukan.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam pernah mengisahkan seseorang yang masuk neraka karena seekor lalat, dan masuk surga karena seekor lalat. Beliau bersabda,
"Ada seseorang masuk surga karena seekor lalat, dan ada seseorang masuk neraka karena seekor lalat pula." Para shahabat bertanya," Bagaimana hal itu ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Ada dua orang berjalan melewati suatu kaum yang memiliki berhala. Tak seorang pun dapat melewati berhala itu sebelum mempersembahkan kepadanya suatu kurban. Ketika itu berkatalah mereka kepada salah seorang dari kedua orang tersebut,"Persembahkanlah korban kepadanya." Dia menjawab,"Aku tidak mempunyai sesuatu yang dapat kupersembahkan kepadanya." Mereka pun berkata kepadanya lagi," Persembahkan meskipun seekor lalat." Lalu orang tersebut mempersembahkan seekor lalat dan mereka pun memperkenankan dia untuk meneruskan perjalanan, maka dia masuk neraka karenanya. Kemudian mereka berkata kepada yang lain," Persembahkanlah korban kepadanya." Dia menjawab" Tidak patut bagiku mempersembahkan sesuatu kepada selain Allah Azza wa Jalla." Kemudian mereka memenggal lehernya. Karenanya orang ini masuk surga."
Perhatikan bagaimana kondisi orang yang melakukan persembahan kepada selain Allah di dalam hadits di atas. Dia tidak dengan sengaja meniatkan persembahan itu, sekedar untuk melepaskan diri dari perlakuan buruk para pemuja berhala itu, dan hanya persembahan seekor lalat, namun ter-nyata telah menjerumuskannya ke dalam neraka.
Jika demikian, maka bagaimana halnya dengan yang mela-kukan penyembelihan untuk selain Allah, lebih dari seekor lalat atas ke-mauan dan niat sendiri?
Bahaya Tumbal Dan Sesajen
Tumbal dan sesajen adalah syirik dan berbahaya, sama bahayanya dengan kemusyrikan yang lain, di antara bahaya itu adalah:
1. Merupakan Pelecehan Terhadap Martabat Manusia
Apabila seseorang menyembah kepada sesama makhluk, yang tidak dapat memberikan manfa’at dan menimpakan bahaya, maka berarti telah menjatuhkan martabat kemanusiaannya ke tempat yang terendah. Allah telah memuliakan manusia dan menga-runiai akal kepada mereka, maka apakah layak dan pantas seorang yang berakal dan terhormat menyembah dan merendahkan diri di hadapan patung, pohon, jin, khadam, keris, batu dan yang semisalnya. Maka tidak ada pelecehan terhadap martabat manusia yang lebih parah daripada kemusyrik-an.
2. Membenarkan Khurafat
Dari keyakinan syirik inilah muncul berbagai khurafat yang tersebar di masyarakat, mitos dan legenda yang penuh dengan takhayul, kisah-kisah yang sama sekali tidak bisa diterima oleh akal sehat dan tidak dapat dibenarkan oleh hati nurani manusia.
3. Syirik adalah Kezhaliman Terbesar.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,
"Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zhalim." (al-Baqarah: 254)
Juga firman-Nya yang lain,
"Sesungguhnya kemusyrikan itu adalah kezhaliman yang besar." (Lukman: 13)
Adakah kazhaliman yang lebih besar daripada sikap seseorang yang diciptakan oleh Allah tetapi justru menyembah kepada selain Allah? Atau orang yang diberi rizki oleh Allah namun justru bersyukur dan memuja kepada selain Allah?
4. Syirik Menimbulkan Rasa Takut
Orang musyrik tidak memiliki keteguhan dan rasa percaya kepada Allah, sehingga hidupnya penuh dengan kegelisahan, jiwanya labil dipermainkan oleh klenik, khurafat dan takhayul. Dia selalu diliputi ketakutan, takut akan segala-galanya dan terhadap segala-galanya, dan inilah kehidupan yang sangat buruk.
5. Menjerumuskan ke Neraka
Kemusyrikan merupakan penyebab utama untuk masuk neraka, Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun.” (QS. 5:72)
Firman-Nya yang lain, artinya,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (an-Nisa: 48)
Wallahu a’lam bish shawab.
Bahan bacaan: Ma la Yasa’ul Muslima Jahluhu, terjemah Kitab Tauhid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar