Pesan Syaikh Muhammad Shalih al-Utsaiminkepada para Thalibul ilm (penuntut ilmu)
Mulailah belajar dengan menghafal matan-matan dari setiap disiplin ilmu. Dan mintalah penjelasanya kepada ulama’ yang menguasai disiplin ilmu tersebut. Jangan langsung sibuk dengan mengkaji kitab-kitab yang besar, sebelum memahami matan kitab atau dasar dari setiap ilmu tersebut. Tulislah semua faidah dan hikmah yang didengar dan dibaca. Sya’banbi berkata,”Apabila mendengar sesuatu maka tulislah walaupun harus di tembok”.
Kuatkanlah keinginan untuk belajar, jangan setengah-setengah. Perbanyaklah bergaul dan bertanya kepada para ulama, dengan cara yang sopan dan pertanyaan yang benar. Dengarlah setiap pelajaran dan penjelasan dengan baik, kalau tidak mengerti jangan malu untuk bertanya. Biasakanlah diri menghafal setiap pelajaran terutama al-Qur’an. Jangan banyak berdebat, apalagi untuk menjatuhkan wibawa para ulama atau mencari nama dari orang banyak, hal ini termasuk yang diharamkan. Adapun berdebat untuk mencari dan membela kebenaran maka hal ini terpuji dan dianjurkan.
Jagalah adab sebagai penuntut ilmu sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Sirin:
كانوا يتعلمون الهدي كما يتعلمون العلم (الحلية) وقيل الأدب قبل الطلب
“Mereka mempelajari adab sebagaimana mengkaji ilmu. Juga dikatakan Adab sebelum ilmu”.
Jagalah keikhlasanmu dalam belajar. Sufyan al-Tsauri berkata, Tidak ada yang lebih aku jaga melebihi niatku’.
العلم ثلاثة أشبار من دخل في الشبر الأول تكبر،والثاني تواضع الثالث علم أنه ما يعلم (تذكرة السامع والمتكلم صـ65)
Ilmu itu ada tiga langkah, barangsiapa yang baru masuk pada langkah pertama ia sombong, langkah kedua akan tawadhu’ dan langkah ketiga akan mengetahui dirinya tidak mengetahui (tadzkirah sami’ hal.65).
Seringlah mengulang pelajaranmu, baik dilakukan sendiri dengan memikir kembali semua pelajaran yang pernah didapati. Atau dengan mengajak kawan dan berdiskusi dengannya. Jangan sekali-kali membanggakan diri dan bersikap sombong di hadapan orang lain. Hendaknya semakin berilmu semakin tawaddhu’ baik kepada sesama manusia apalagi kepada Allah Ta’ala. Hendaknya menzakati ilmu dengan mengajarkannya kepada orang lain, ini akan lebih banyak manfaatnya dan lebih sedikit biayanya. Juga dengan mengamalkan ilmu yang telah dipelajari, atau dipakai untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran.
Berdo’a dan berusahalah supaya diberikan oleh Allah Ta’ala barakah ilmu. Karena sebagian orang ada yang diberikan ilmu yang tinggi, tetapi ia sama saja dengan orang yang bodoh. Tidak ada tanda dan pengaruh ilmunya pada ibadah, akhlak, dan pergaulannya dengan orang lain. Bahkan sebaliknya ia sombong dan meremehkan orang lain. Ada juga orang yang berilmu, namun orang lain tidak bisa mendapatkan manfaat dengan ilmunya, baik lewat pelajarannya, ceramahnya, tulisannya, tetapi ilmunya hanya untuk dirinya sendiri. semua ini termasuk ilmu yang tidak barakah.
Ilmu yang barakah adalah ilmu yang diamalkan dan diajarkan. Ketika mengajarkan ilmu, berarti mendakwahkan ajaran Allah Ta’ala. Para pejuang membuka daerah dengan peperangan untuk menyiarkan agama Allah Ta’ala , maka para ulama’ membuka dada manusia untuk mengajarkan agama Allah Ta’ala pula. Dengan mengajarkan ilmu syariah Allah Ta’ala akan tegak dan terjaga. Dan dengan mengajarkan ilmu, Allah Ta’ala akan menambahkan illmunya dan mengajarkannya ilmu yang beluml diketahuinya. Dan merekalah yang disebut dengan “Alim Rabbany” yaitu mereka yang mengajarkan orang lain dengan ilmu yang kecil sebelum yang besar, menyesuaikannya dengan kemampuan daya tangkap murid, karena tidak ada orang yang mengajarkan sesuatu yang tidak bisa dipahami, kecuali akan menimbulkan fitnah bagi sebagian yang lain, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud. Semoga Allah Ta’ala memberikan kita ilmu yang barakah dan bermanfaat.
Disarikan dari “Kitab al-Ilmi “ oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin (Riyad: daar al-Tsurayya, cetakan kedua, 1997) hal. 229-244.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar