Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

Selasa, 25 Januari 2011

Sekilas Tentang Kehidupan MU'AWIYAH BIN ABU SUFYAN

Share |

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dalam al-Mushannafnya dari Sa’id bin Jamhan dia berkata: Saya katakan kepada Safinah, “Sesung­guhnya Bani Umayyah mengatakan bahwa sesungguhnya khilafah akan berada di tangan mereka.”

Safinah berkata, ‘Bani Zarqa’ itu bohong, mereka adalah para raja dari raja-raja. Sedangkan awal rajanya adalah Mu’awiyah: Imam al-Baihaqi dan Ibnu Asakir meriwayatkan dari Ibrahim bin Suwaid al-Armani dia berkata: Saya katakan kepada Ahmad bin Hanbal “Siapakah para khalifah itu?”
Dia menjawab, “Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali”
Saya katakan, “Lalu bagaimana pendapatmu tentang Mu'awiyah?” Dia berkata, “Dia bukanlah orang yang lebih berhak untuk menjadi khalifah daripada Ali selama Ali masih ada.”

As-Salafi meriwayatkan dalam ath-Thuyuriyyaat dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dia berkata: Saya bertanya kepada ayahku tentang Ali dan Mu'awiyah.
Dia berkata, “Saya melihat bahwa Ali banyak musuhnya. Lalu musuh-musuhnya mencari-cari aib dan celanya namun mereka tidak mendapatkannya. Lalu mereka datang kepada seorang laki-laki yang telah diperanginya (Mua'wiyyah). Mereka menyanjung-nyanjungnya sebagai tipu muslihat dari musuh-musuh Ali tersebut.”
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Abdul Malik bin ‘Umair dia berkata:
Jariyah bin Qudamah as-Sa’di datang menemui Mu’awiyah. Mu’awiyah berkata, “Siapa anda?”

Dia menjawab, “Saya Jariyah bin Qudamah.”
Mu’awiyah melanjutkan, “Lalu apa yang ingin kau lakukan? Tidakkah engkau ini hanyalah seekor lebah?”

Jariyah berkata, “Jangan kau katakan itu! Jika kau katakan itu, berarti kau telah menyerupakan aku dengan binatang yang punya daya sengat yang sangat keras, dan liurnya (madunya) sangat manis. Demi Allah, Mu'awiyah tak lain adalah anjing betina yang menggonggong kepada anjing-anjing. Sedangkan Umayyah tak lebih dari bentuk kata yang diambil dari amat (budak perempuan).”
 
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Ibnu al-Fadhl bin Suwaid dia ber­kata: Jariyah bin Qudamah datang sebagai utusan menemui Mu'awiyah. Lalu Mu'awiyah berkata kepadanya, “Kau adalah orang yang setia kepada Ali bin Abi Thalib, dan engkau adalah orang yang menyalakan api dalam bara. Kau berkeliaran di kampung-kampung negeri Arab sambil menumpahkan darah mereka.”

Jariyah bin Qudamah berkata, “Wahai Mu'awiyah, janganlah kau sebut-sebut tentang Ali Sebab kami tidak pemah membencinya sejak kami mencintainya, dan kami tidak pernah membohonginya sejak kami bersahabat dengannya.”
Mu'awiyah berkata, “Celaka kamu wahai Jariyah! Kehinaan apa yang terjadi kepada keluargamu sehingga mereka memberimu nama Jariyah (budak perempuan)?”
Jariyah berkata, “Wahai Mu'awiyah kau sangat hina di mata keluargamu saat mereka memberimu nama Mu'awiyah.”

Mu’awiyah berkata, “Benar-benar kamu orang yang tidak memiliki ibu!”
Jariyah berkata, "Ibu saya adalah wanita yang melahirkan saya. Sesungguhnya pedang-pedang yang kami bawa untuk memerangimu di Shiffin masih ada di tangan.”
Mu’awiyah berkata, “Apakah kau mengancam saya?”

Jariyah berkata, “Sesungguhnya engkau belum pernah menguasai kami dengan kekerasan dan tidak pernah menaklukkan kami dalam sebuah peperangan. Namun kamu memberikan janji dan kesepakatan kepada kami. Jika kamu menetapi janji maka kami akan menetapi sesuai dengan kesepakatan, dan jika kamu menginginkan yang lain maka sesungguhnya kami masih mempunyai banyak tentara yang berdiri di belakang kami. Kami masih memiliki baju-baju besi yang kuat. Jika kamu memulai melakukan pengkhianatan, maka kami akan maju dengan langkah yang lebih panjang.”
Mu’awiyah berkata, “Semoga Allah tidak menciptakan lebih banyak manusia-manusia sepertimu.”

Ibnu ath-Thufail meriwayatkan dari ‘Amir bin Watsilah (dia adalah seorang sahabat), bahwa dia datang menemui Mu'awiyah. Mu'awiyah berkata kepadanya, “Bukankah kamu salah seorang pembunuh Utsman?”
Dia berkata, “Tidak, saya adalah orang yang ada di situ, dan saya bukan orang yang menolongnya.”

"Lalu apa yang menghalangimu hingga kamu tidak menolongnya?”, tanya Mu'awiyah.
Dia berkata, “Sebab tidak ada seorang Muhajir dan Anshar pun yang menolongnya.”
Mu'awiyah berkata, “Bukankah telah sampai waktunya kepada mereka untuk menolong dan membantunya?”

Dia berkata, “Lalu apa yang menghalangimu untuk membantunya, wahai Amirul Mukminin, padahal kamu memiliki massa dan rakyat di tanah Syam?”
Mu'awiyah berkata, “Bukankah tuntutanku atas kematian Utsman merupakan bantuanku kepadanya?”

Abu Thufail tertawa mendengar ucapan Mu'awiyah. Lalu dia berkata, “Sikapmu kepada Utsman adalah laksana perkataan seorang penyair:
"Saya tidak akan senang kepadamu jika kamu meratapi aku setelah aku mati
namun di masa aku hidup tak pernah mendukungku"
Asy-Sya'bi berkata: Orang yang pertama kali berkhutbah sambil duduk adalah Mu'awiyah. Ini dia lakukan tatkala badannya kegemukan dan perutnya besar. (Diriwayatkan oleh Abu Syaibah).

Az-Zuhri berkata: Orang yang pertama kali mendahulukan khutbah 'Ied daripada shalat adalah Mu'awiyah. (Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dalam Mushannafnya).
Sa'id bin al-Musayyib berkata: Orang yang pertama kali menyuruh adzan pada shalat led adalah Mu'awiyah. Dan orang yang pertama kali mengurangi takbir adalah Muawiyah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Syaibah).

Dalam kitab al-Awail karangan al-Askari dia berkata: Muawiyah adalah orang yang pertama kali membuat pos surat dalam Islam. Juga orang yang pertama kali menjadikan orang-orang yang dikebiri se­bagai penjaga-penjaganya untuk kebutuhannya yang sangat khusus.
Dia adalah orang yang pertama kali dipermainkan oleh rakyatnya.
Dia juga orang yang pertama kali dikatakan kepadanya,
"Assalamu 'alaika ya Amirul Mukminin warahmatullah wa­barakatuhu, ash-shalata yarhamukallah.

Orang yang pertama kali membuat stempel. Dia menyerahkan tugas ini kepada Ubaidillah Aus al-Ghassani. Dia menyerahkan stempel dan padanya tertulis: “Setiap amal pasti ada balasannya”.

Hal ini terus berlangsung hingga masa khilafah Abbasiyah. Sebab dibuatnya stempel adalah bahwa dia memerintahkan seseorang untuk memberikan uang sebanyak seratus ribu, namun ternyata orang itu membuka surat dan menulisinya menjadi dua ratus ribu. Tatkala hal itu diajukan kepada Mu'awiyah, dia mengingkari pengeluaran uang yang seratus ribunya lagi. Maka, sejak itulah stempel dibuat.

Dia juga orang pertama yang membuat dinding pembatas Imam di masjid (Hal ini juga dinisbahkan kepada Utsman).
Dia pula yang memberi ijin untuk melepaskan seluruh kiswah (kain penutup) Ka'bah. Sebelumnya penutup Ka'bah itu disingkapkan sebagiannya saja.
Zubair bin Bakar meriwayatkan dalam kitabnya al-Muwaffaqiyat dari anak saudara az-Zuhri dia berkata: Saya berkata kepada az-Zuhri, “Siapa orang yang pertama kali bersumpah dalam bai'at?” Dia berkata, “Mu'awiyah, dia bersumpah dengan nama Allah atas mereka. Namun di masa Abdul Malik bin Marwan dia bersumpah dengan menggunakan kata thalak dan pembebasan budak.”

Al-Askari daIam kitabnya al-Awail meriwayatkan dari Sulaiman bin Abdullah bin Ma'mar dia berkata: Suatu ketika Mu'awiyah datang ke Makkah atau Madinah. Lalu dia mendatangi masjid kemudian duduk di tengah-tengah jama'ah yang di dalamnya ada Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas dan Abdur Rahman bin Abu Bakar. Semuanya menerima kedatangannya, kecuali Ibnu Abbas. Dia berpaling dari Mu'awiyah. Mu'awiyah berkata, “Saya lebih berhak untuk memangku khilafah daripada orang yang berpaling ini dan juga dari anak pamannya.” (yakni Ali bin Abi Thalib).
Ibnu Abbas berkata, “Mengapa? Apakah karena kau masuk Islam di awal-awal atau kau bersama-sama Rasulullah dan kau kerabat dekatnya?”
Mu'awiyah berkata, “Bukan itu. Namun karena saya adalah anak paman orang yang terbunuh (maksudnya Utsman).”

Ibnu Abbas berkata, “Jika itu alasannya, maka ini -dia menunjuk kepada Abdullah bin Umar- lebih berhak untuk menjadi khalifah.”
Mu'awiyah berkata, "Namun ayahnya mati secara alami.”
Ibnu Abbas berkata, "Kalau begitu dia -dia menunjuk kepada Abdullah bin Umar-lebih berhak untuk memegang khilafah.

Mu'awiyah berkata, “Sayang ayahnya dibunuh oleh seorang kafir.”
Ibnu Abbas berkata, “Kalau itu jawabanmu maka hujjah yang kamu katakan telah batal dengan sendirinya. Sebab anak pamanmu telah dicela oleh kaum muslimin kemudian mereka membunuhnya.”
Abdullah bin Muhammad bin 'Uqail berkata: Mu'awiyah datang ke Madinah. Saat itu dia bertemu dengan Abu Qatadah al-Anshari. Mu'awiyah berkata, “Semua orang datang menemuiku kecuali engkau orang-orang Anshar.”
Abu Qatadah berkata, “Kami tidak memiliki kendaraan untuk datang menemuimu.”
Mu'awiyah berkata, “Lalu kemana unta-unta kalian?”
Abu Qatadah berkata, “Kami sembelih saat kami mengejarmu dan mengejar ayahmu pada perang Badar.”

Kemudian Abu Qatadah melanjutkan, “Sesungguhnya kalian akan menyaksikan setelahku tindakan-tindakan yang egoistis dan mementingkan diri sendiri.”
Mu'awiyah berkata, “Lalu apa yang harus kalian lakukan?”
Abu Qatadah berkata, “Kami diperintahkan untuk sabar.”
Mu'awiyah berkata, “Maka sabarlah kalian!”
Ucapan ini sampai kepada Abdur Rahman bin Hassan bin Tsabit. Maka dia kemudian menyenandungkan sebuah syair.
"Ketahuilah, sampaikan kepada Mu'awiyah bin Harb
Sang Amirul Mukminin ucapanku
Sesungguhnya kami sabar dan akan menunggu hingga hari Pengumpulan dan Perhitungan"
Ibnu Abi ad-Dunya dan Ibnu Asakir meriwayatkan dari Jibilah bin Sahim dia berkata: Saya datang menemui Mu'awiyah bin Abi Sufyan saat dia telah menjadi khalifah. Saya lihat di lehernya ada seutas tali sedangkan seorang anak kecil menariknya.
Lalu saya katakan kepadanya, “Wahai Amirul Mukminin, apakah pantas kau lakukan hal demikian?”
Mu'awiyah berkata, "Wahai orang celaka, diamlah engkau! Sebab saya pernah mendengar Rasulullah bersabda,
"Barangsiapa yang memiliki anak kecil, maka pura-puralah dia menjadi anak-anak." (Ibnu Asakir bahwa riwayat ini sangat asing).
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dalam Mushannafnya dari asy-Sya'bi dia berkata: Seorang pemuda Quraisy datang menemui Mu'awiyah. Orang itu mencelanya dengan ucapan yang keras. Mu'awiyah berkata, “Wahai anak saudaraku, saya memperingatkanmu dengan peringatan dari sultan (maksudnya dirinya sendiri); sebab sultan itu jika marah dia akan marah laksana marahnya anak kecil dan jika dia memangsa maka dia akan memangsa laksana singa yang garang.”
Juga dari Sya'bi dia berkata: Ziyad berkata: Saya mempekerjakan seorang laki-laki lalu dia melakukan kesalahan yang fatal. Karena khawatir akan dikenakan sanksi dia lari kepada Mu'awiyah. Saya menulis surat kepadanya bahwa sesungguhnya ini adalah adab yang tidak baik.

Lalu dia menulis surat balasan untukku: Sesungguhnya tidak sewa­jarnya saya dan kamu secara bersama-sama memperlakukan manusia dengan satu cara. Janganlah kita selalu berlaku lembut hingga mem­buat manusia tidak segan-segan melakukan pelanggaran, dan jangan pula kita memperlakukannya dengan serba keras hingga membuat manusia akan menceburkan dirinya kepada kehancuran. Maka ber­laku keraslah engkau dengan sekeras-kerasnya dan biarkan saya ber­laku lembut dan penuh kehangatan.

Asy-Sya’bi juga berkata: Saya mendengar Mu’awiyah berkata, “Tidak ada satu pun umat terpecah-pecah kecuali pelaku kebatilan akan muncul dan menang atas orang-orang yang memegang teguh kebenaran kecuali umat ini.”
Di dalam kitab ath-Thuyuriyyat dari Sulaiman al-Makhzumi dia berkata: Mu'wiyah pernah memberikan izin secara umum untuk rakyatnya. Tatkala semua orang sudah ada di majlis itu, dia berkata, “Coba ucapkan kepadaku tiga bait syair orang Arab yang setiap baitnya memiliki maknanya yang berdiri sendiri.”
Orang-orang pada diam. Kemudian muncul Abdullah bin Zubair.
Dia berkata: Ini dia, Abu Khubaib, orator Arab, orang yang paling alim. Selamat datang!
Dia berkata, "Coba katakan kepadaku tiga bait syair dari seorang Arab dimana setiap bait memiliki maknanya yang berdiri sendiri.”
Abdullah bin Zubair berkata, “Dengan harga tiga ratus ribu. “
Mu'awiyah berkata, “Ya.”
Abdullah berkata, “Dengan pilihan, dan kau akan menepati janjimu,”
Mu'awiyah berkata, “Cepat katakan!”
Maka Abdullah bin Zubair mengutip syair Afwah al-Awdi sebagai berikut:
"Kuuji manusia abad demi abad
tak kudapatkan kecuali penipu dan jago omong"
"Kau benar lanjutkan!" kata Mu'awiyah.
"Tidak satu pun perkara yang aku lihat yang lebih sulit
 dari permusuhan kepada orang"
“Kau benar, lanjutkan!” lanjut Mu'awiyah.
"Saya rasakan pahitnya sesuatu demikian mengiris
lalu bagaimana rasa perkara dengan cara meminta".
Imam al-Bukhari an-Nasai dan Ibnu Abi Hatim dalam kitab Tafsimya meriwayatkan -Iafal ini adalah yang ada dalam tafsir Ibnu Abi Hatim- dengan jalur yang bermacam-macam bahwa Marwan pemah berpidato di Madinah. Saat itu dia diangkat sebagai gubernur Hijaz oleh Mu’awiyah dia berkata, “Sesungguhnya Allah telah memperlihatkan kepada Amirul Mukminin bahwa pemilihan anaknya Yazid adalah baik adanya. Jika dia tidak menyatakan bahwa dia sebagai pengganti se­sudah dirinya, maka sesungguhnya Abu Bakar dan Umar telah menen­tukan pilihannya siapa penggantinya sebelum kematiannya.” (dalam ri­wayat lain: Ini adalah sunnah yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar).

Abdur Rahman bin Abu Bakar yang mendengar pidato itu berkata, "Ini sunnah Kaisar Romawi dan Persia. Karena sesungguhnya Abu Bakar dan Umar tidak pernah memberikan khilafah kepada anak dan kaum kerabatnya, sedangkan Mu'awiyah melakukan ini semata-mata karena rasa sayang dan cintanya kepada anaknya.”
Marwan berkata, "Bukankah engkau orang yang mengatakan kepada kedua orang tuamu 'ah kalian berdua!' (ini merujuk kepada ayat 23 surat al-Isra', pent)."
Abdur Rahman berkata, 'Bukankah engkau anak orang yang terlaknat karena Rasulullah pernah melaknat ayahmu?"
Aisyah berkata, "Marwan itu berbohong, bukan tentang Abdur Rahman ayat itu turun. Ayat itu turun mengenai Fulan bin Fulan; namun yang jelas Rasulullah pernah melaknat ayah Marwan dan Marwan saat itu berada dalam tulang rusuknya. Makanya Marwan termasuk bagian orang yang dilaknat Allah dan Rasulullah."

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dalam al-Mushannafnya dari 'Urwah dia berkata bahwa Mu'awiyah berkata, "Tidak ada kesabaran kecuali melalui pengalaman."
Ibnu Asakir meriwayatkan dari asy-Sya'bi. Orang yang cerdik di kalangan Arab itu ada empat: Mu'awiyah, 'Amr bin al-'Ash, al-Mughirah bin Syu'bah dan Ziyad. Adapun Mu'awiyah terkenal dengan kesabaran dan kehati-hatiannya. 'Amr bin al-'Ash dalam memecahkan masalah-­masalah yang pelik dan rumit, al-Mughirah dalam kecepatan dan ketanggapannya. Sedangkan Ziyad dalam kemampuannya berkomu­nikasi dengan orang yang sudah tua dan anak yang masih muda.
Asy-Sya'bi juga berkata: Qadhi (hakim) itu ada empat dan orang cerdik itu ada empat juga. Adapun hakim itu adalah: Umar, Ali Ibnu Mas'ud dan Zaid bin Tsabit. Sedangkan orang yang cerdik itu adalah: Mu'awiyah, 'Amr bin al-'Ash, al-Mughirah bin Syu'bah dan Ziyad.

Ibnu Asakir meriwayatkan dari Qubaishah bin Jabir dia berkata: Saya pernah menemani Umar bin Khaththab, ternyata tidak saya dapatkan seorang pun yang lebih baik bacaan al-Qur'annya dan pemahaman agamanya daripada dia. Saya juga pemah bersama Thalhah bin Ubaidillah, ternyata saya tidak dapatkan seorang yang lebih dermawan darinya, dimana dia memberi tanpa diminta. Saya juga pernah bersama Mu'awiyyah, ternyata tidak saya dapatkan seorangpun yang memiliki kesabaran dan kemampuan untuk berpura-pura bodoh serta kehati-hatian melebihi Mu'awiyah. Saya juga pernah menemani 'Amr bin al-'Ash ternyata tidak saya dapatkan orang yang sangat tegak duduknya daripada dia. Saya juga pernah bersama dengan al-Mughirah bin Syu'bah. Andaikan sebuah kota memiliki delapan pintu dan dia tidak mungkin keluar darinya kecuali dengan tipu muslihat maka dia akan keluar dari pintu-pintu itu.

Ibnu Asakir meriwayatkan dari Hamid bin Hilal bahwa 'Uqail bin Abi Thalib datang menemui Ali dan meminta uang kepadanya. Dia berkata, “Saya adalah orang yang membutuhkan bantuan dan saya adalah seorang fakir, maka berilah saya harta.”
Ali berkata, “Sabarlah hingga gajiku dibayar bersama dengan kaum muslimin yang lain. Saat itu baru akan saya berikan kepadamu harta yang kamu minta.”

'Uqail ternyata mendesak. Ali berkata kepada seorang laki-laki "Bawalah dia ke toko-toko di pasar lalu ketuklah pintu dan ambillah apa yang ada di toko-toko itu!”
'Uqail berkata, “Apakah kau ingin saya menjadi seorang pencuri?” Ali berkata, “Bukankah engkau juga menginginkan saya menjadi seorang pencuri dengan cara mengambil harta kaum muslimin, lalu saya serahkan kepadamu?”
'Uqail berkata, “Saya akan datang menemui Mua'wiyah!”
Ali berkata, “Terserah kamu!'

Dia datang menemui Mu'awiyah dan meminta harta kepadanya. Mu'awiyah memberinya seratus ribu. Mu'awiyah berkata kepada 'Uqail, “Naiklah ke mimbar lalu katakan kepada mereka bagaimana Ali memperlakukanmu dan bagaimana pula saya memperlakukanmu.”

'Uqail naik ke mimbar kemudian memuji Allah. Dia berkata, “Wahai hadirin yang mulia, sesungguhnya akan saya beritahukan kepada kalian. Sesungguhnya saya menginginkan Ali mengkhianati agamanya, namun dia memilih agamanya. Dan saya menginginkan Mu'awiyah men­jual agamanya kepadaku, ternyata dia memilihku daripada agamanya.”

Ibnu Asakir meriwayatkan dari Ja'far bin Muhammad dari ayahnya bahwa 'Uqail datang menemui Mu'awiyah. Mu'wiyah berkata, "Ini 'Uqail sedangkan pamannya adalah Abu Lahab!”

'Uqail berkata, “Ini Mu'awiyah sedangkan bibinya adalah "sang pembawa kayu bakar.” (merujuk kepada surat al-Lahab, pent)
Ibnu Asakir meriwayatkan dari al-Awza'i dia berkata: Khuraim bin Fatik masuk menemui Mu'awiyah dengan kain yang agak terangkat -dia memiliki betis yang indah-. Maka berkatalah Mu'awiyah, “Andaikata dua betis ini milik seorang wanita.”
Khuraim berkata, “Dalam usiamu yang sudah tua begini, wahai Amirul Mukminin!”

Tokoh-tokoh yang Meninggal di Zamannya

Pada masa kekhilafahan Mu'awiyah ada beberapa tokoh penting yang meninggal. Antara lain: Shafwan bin Umayyah, Hafshah, Ummu Habibah, Shafiyah, Maimunah, Sawdah, Juwairiyah, ‘Aisyah Ummahatul Mukminin radhiallahu 'anha, Labid Sang Penyair, Utsman bin Thalhah al-Hajabi, 'Amr bin al-‘Ash, Abdullah bin Salam mantan pen­deta, Muhammad bin Maslamah, Abu Musa al-'Asyari, Zaid bin Tsabit, Abu Bakrah, Ka'ab bin Malik, al-Mughirah bin Syu'bah, Jarir al-Bajali, Abu Ayyub al-Anshari, Fadhalah bin Ubaid, Abdur Rahman bin Abu Bakar, Jubair bin Muth'im, Usamah bin Zaid, Tsauban, 'Amr bin Hazm, Hassan bin Tsabit, Hakim bin Hizam, Sa'ad bin Abi Waqqash, Abu al Yasr, Qutsam bin al-Abbas, Ubaidillah bin al-Abbas, 'Uqbah bin Amir, dan Abu Hurairah yang meninggal pada tahun 59 H. Dia pernah ber­doa, “Ya Allah saya berlindung kepada-Mu dari tahun enam puluhan, dan kepemimpinan anak-anak.” Kematiannya menunjukkan bahwa doanya terkabul. Dan masih banyak lagi sahabat-sahabat yang lain.

Sumber: Tarikh Khulafa'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar